Kebijakan pajak Indonesia menjadi topik penting yang ramai diperbincangkan, baik oleh masyarakat luas maupun pelaku usaha. Pajak adalah sumber utama penerimaan negara, sehingga jika ada perubahan kebijakan yang terjadi, ini akan membawa dampak signifikan terhadap perekonomian.
Baru-baru ini, isu kenaikan pajak di Indonesia pun kembali menjadi sorotan publik. Salah satu yang paling terasa yaitu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di berbagai daerah. PBB merupakan salah satu instrumen pajak daerah yang hasilnya digunakan untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik.
Akan tetapi, kenaikan tarif PBB di beberapa wilayah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama karena dianggap membebani pemilik properti.
Mengutip dari situs Liputan6.com, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut hanya ada 5 daerah yang menaikkan pajak PBB pada tahun 2025, yaitu Jombang, Cirebon, Semarang, Bone, dan Pati.
Kabupaten Jombang, Jawa Timur menempati urutan pertama dengan kenaikan pajak mencapai 1.202%. Di posisi kedua adalah Kota Cirebon, Jawa Barat yang menaikkan pajak hingga 1.000%.
Kemudian, posisi ketiga ada Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, memberlakukan kenaikan pajak hingga 400%, disusul Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, di angka 300%.
Sementara itu, di posisi kelima ada Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang sempat viral karena kenaikan pajak 250% hingga memicu unjuk rasa menempati urutan kelima.
Baca juga: Tren Financial Habits Milenial dan Gen Z di Era Digital
Kenaikan Pajak Bikin Masyarakat Gusar
Munculnya isu kenaikan pajak sering kali membuat masyarakat gusar, khawatir dengan beban ekonomi tambahan, karena kenaikan pajak identik dengan meningkatnya biaya hidup.
Misalnya, kenaikan PBB membuat pemilik rumah atau tanah harus mengeluarkan biaya lebih besar setiap tahun. Ini terasa berat, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang penghasilannya tak ikut naik.
Selain itu, isu kenaikan pajak sering muncul tiba-tiba di media tanpa penjelasan menyeluruh. Minimnya sosialisasi membuat masyarakat merasa terkejut dan tidak siap.
Tak luput, banyak masyarakat skeptis apakah dana pajak benar-benar digunakan dengan baik? Ketika transparansi dan akuntabilitas pemerintah dianggap kurang, kenaikan pajak menimbulkan rasa tidak adil.
Respons Khalayak Soal Kebijakan Pajak di Indonesia
Terkait isu kebijakan pajak di Indonesia, Populix pun telah melakukan survei online ke sejumlah responden pada Agustus 2025. Survei ini menyoroti beberapa hal, di antaranya:
- Keadilan dalam kebijakan pajak
- Manfaat pajak yang dibayarkan masyarakat
- Informasi mengenai penggunaan dana pajak
- Dampak yang paling dikhawatirkan jika pajak naik
Ketika ditanya soal sudah adilkah kebijakan pajak saat ini bagi semua lapisan masyarakat? Mayoritas responden menjawab kurang adil.

Sebanyak 89,5% responden merasa jika kebijakan pajak saat ini dirasa kurang adil bagi semua lapisan masyarakat. Sejumlah khalayak merasa kontribusinya lewat pajak tidak sebanding dengan manfaat yang dirasakan sehari-hari.

Dari hasil survei Populix tercatat sebanyak 92,1% responden menjawab jika manfaat pajak yang dibayarkan masyarakat dirasa kurang sebanding.
Jika fasilitas publik, layanan kesehatan, dan pendidikan belum merata, masyarakat berpenghasilan rendah merasa sistem pajak tidak adil bagi mereka.
Informasi Soal Pajak di Indonesia Kurang Transparan
Mayoritas responden (87,3%) merasa kurang tahu, bahkan tidak tahu, soal informasi penggunaan dana pajak yang telah mereka bayarkan.

Transparansi yang kurang detail menimbulkan keraguan apakah dana pajak benar-benar digunakan sesuai kebutuhan publik? Apalagi maraknya kasus korupsi membuat sebagian masyarakat merasa bahwa informasi resmi yang disampaikan tidak sepenuhnya mencerminkan realita.
Baca juga: Pengguna Layanan Paylater di Indonesia Didominasi Milenial
Dampak yang Dikhawatirkan Saat Adanya Kenaikan Pajak di Indonesia
Sebanyak 64,9% responden khawatir harga barang dan jasa naik apabila terjadi kenaikan pajak di Indonesia.

Kenaikan pajak sering diartikan sebagai tambahan biaya hidup. Misalnya, saat PPN naik, harga barang kebutuhan sehari-hari ikut naik karena ditanggung konsumen. Hal ini bisa memicu kekhawatiran masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah yang daya belinya terbatas.
Apa yang Seharusnya Dilakukan Pemerintah?
Hasil survei tersebut mencerminkan keresahan publik terkait isu kenaikan pajak, keadilan kebijakan pajak, transparansi, dan manfaat yang dirasakan masyarakat, hingga dampak yang dialami jika pajak naik.
Dari berbagai hal tersebut, seharusnya pemerintah bisa menentukan langkah tepat dan serius agar kebijakan pajak lebih bisa diterima masyarakat, seperti:
- Transparansi Penggunaan Dana Pajak. Pemerintah perlu menyampaikan secara jelas dan rutin bagaimana dana pajak digunakan. Transparansi membuat masyarakat merasa bahwa kontribusinya benar-benar kembali dalam bentuk pembangunan dan layanan publik.
- Komunikasi yang Proaktif. Setiap ada wacana kenaikan pajak, pemerintah perlu melakukan sosialisasi jauh sebelum kebijakan berlaku. Tanpa komunikasi yang jelas, isu kenaikan pajak mudah memicu kegusaran dan spekulasi negatif.
- Penerapan Prinsip Keadilan Pajak. Sebagai contoh memberikan insentif atau keringanan bisa diberikan untuk kelompok rentan atau masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
- Peningkatan Efisiensi Layanan Publik. Pemerintah perlu memastikan layanan publik (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, transportasi) benar-benar meningkat kualitasnya. Semakin terlihat manfaatnya, semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk taat pajak.
- Kebijakan Pajak yang Bertahap & Terukur. Alih-alih menaikkan pajak secara tiba-tiba, pemerintah bisa melakukan penyesuaian bertahap. Hal ini memberi waktu bagi masyarakat dan dunia usaha untuk menyesuaikan diri.
***
Demikian hasil survei Populix terkait tanggapan khalayak soal kebijakan pajak di Indonesia saat ini. Jika Anda membutuhkan insight yang lebih detail dan jasa riset tepercaya, langsung saja hubungi tim Populix.

Baca juga: Keamanan Siber di Tengah Tantangan Ekonomi Indonesia 2025