Memandang New Normal dari Kacamata Pekerja
Populix

Memandang New Normal dari Kacamata Pekerja

5 tahun yang lalu 3 MENIT MEMBACA

Pandemi Covid-19 saat ini masih mewabah di Indonesia. Angka kasus positif Covid-19 pun terus bermunculan setiap harinya. Pandemi ini pula yang ‘memukul’ perekonomian Indonesia. Setelah pembatasan sosial diberlakukan pemerintah selama lebih dari dua bulan, Indonesia akan menyambut new normal.

New normal atau kebiasaan baru ini telah dicanangkan pemerintah agar masyarakat dapat beraktivitas kembali, namun dengan mengikuti protokol kesehatan. Kementrian Kesehatan Indonesia juga telah merampungkan protokol pencegahan lewat Surat Keputusan (SK) Kementerian Kesehatan Nomor HK 02.02/II/753/2020, aktivitas perekonomian diizinkan kembali beroperasi dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Keputusan tersebut tentu memberi rambu hijau bagi pekerja untuk kembali beraktivitas di kantor. Namun, ngantor kali ini akan terasa berbeda dengan masa sebelum adanya pandemi. Pasalnya, kita harus tetap menjaga jarak dan meminimalisir kontak fisik selama bekerja.

New normal ini ditanggapi secara beragam oleh masyarakat Indonesia. Survei Populix menggali lebih dalam soal optimisme kalangan pekerja menyambut new normal. Survei yang menggandeng 584 responden ini mencari tahu bagaimana rasanya ngantor di masa new normal.


Survei Populix juga menunjukan bahwa responden dari kalangan menengah adalah masyarakat yang paling optimis dengan diberlakukannya aturan new normal. Sedangkan, masyarakat kalangan bawah memandang pesimis kebijakan tersebut, hal ini dapat dikarenakan faktor tingkat kesejahteraan yang rendah serta terbatasnya akses layanan kesehatan.

Starter Pack Baru

Badan Kesehatan Dunia atau WHO telah gencar mendorong masyarakat dunia menggunakan masker. Masker ini dinilai WHO ampuh menurunkan potensi penularan Covid-19 hingga 75%. Di kalangan pekerja sendiri, 88% pekerja menyatakan perusahaannya mewajibkan pemakaian masker selama bekerja dan di perjalanan.

Starter pack lain di masa new normal ialah desinfektan dan hand sanitizer. Adanya potensi penularan melalui benda mati menjadi sorotan agar perkantoran secara rutin menyemprot disinfektan dan menyediakan hand sanitizer Berdasar hasil survei Populix, sebanyak 86% perusahaan responden telah kooperatif menyediakan spray disinfectant dan hand sanitizer yang jadi ‘senjata’ baru pekerja mencegah penularan Covid-19 ini.

Populix juga mencatat, sebanyak 97% responden mengaku rutin mengenakan masker serta 87% menggunakan hand sanitizer. Kedua start pack tersebut telah disadari masyarakat sebagai barang bawaan wajib ketika meninggalkan rumah. Meski begitu, masyarakat kalangan bawah menurut survei ini lebih jarang memakai masker dibanding kalangan menengah ke atas. Dengan kata lain, perlu ada edukasi kebiasaan baru yang menyasar kalangan bawah dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah.

Menjaga Jarak Kerja Tanpa Mengurangi Produktivitas

Skenario new normal yang diberlakukan pemerintah memang mengutamakan pencegahan kerumunan. Termasuk di tempat kerja, potensi kerumunan masih mungkin terjadi. Oleh karena itu, Kementrian Kesehatan mendorong setiap perusahaan diharuskan melakukan penyesuaian tempat kerja (work place).

Kebijakan tersebut rupanya diterapkan secara ketat oleh perusahaan. Survei Populix menungkap, sudah 81% perusahaan tempat responden bekerja yang secara ketat melakukan physical distancing. Sementara itu, upaya mengurangi kerumunan juga diatasi lewat mekanisme shift jam kerja menurut 58% responden. Temuan lainnya, sebanyak 43% orang mengaku bahwa perusahaannya telah membuat skema pengurangan bekerja di kantor.

Meski begitu, perusahaan dan pekerja masih tergolong rendah dalam menerapkan protokol contact tracing di lingkungan perkantoran. Hal ini terlihat dari hanya 29% responden yang menyatakan telah memberlakukan protokol contact tracing.

Tidak perlu khawatir, sebab kini telah tersedia berbagai aplikasi yang mampu merekam pergerakan manusia. Aplikasi ini mampu melacak pasien kasus Covid-19, penyebaranya, hingga melihat kondisi kesehatan di kawasan tertentu.

Tiga bulan berlalu setelah kasus Covid-19 pertama ada di Indonesia, kekhawatiran tentang pandemi ini mengalami penurunan. Populix mengukur perubahan tingkat kekhawatiran masyarakat pada April Hingga Juni dengan skala 1-10. Semakin tinggi skala menunjukan semakin tinggi pula tingkat kekhawatiran. Hasilnya, ada penurunan tingkat kekhawatiran yang pada bulan April ada pada skala 8,1 menjadi 7,6 di Bulan Juni.

New normal yang ada di depan mata menjadi skenario baru yang diharapkan dapat memulihkan perekonomian. Sebagai pelaku ekonomi, perusahaan dan pekerja praktis didorong untuk meningkatkan produktivitasnya kembali dan disiplin dengan kebiasaan baru.

Artikel Terkait
Beli Rumah atau Menikah Dulu? Begini Hasil Survei Populix
Dilema beli rumah atau menikah dulu kerap dirasakan oleh para kalangan muda. Apakah Anda pernah atau sedang mengalami kebimbangan ini juga? Pilihan beli rumah atau menikah dulu memang sangat sulit bagi sejumlah orang. Sebab, keduanya adalah hal penting dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu, menentukan untuk beli rumah atau menikah dulu perlu […]
Deteksi Krisis Sosial Lebih Cepat Melalui Riset Sosial!
Krisis sosial adalah kondisi saat ketegangan, ketidakpuasan, atau perubahan dalam masyarakat mencapai titik yang dapat menimbulkan konflik, instabilitas, atau gangguan sosial. Di tengah perubahan ekonomi, politik, dan digital yang berlangsung cepat, potensi krisis semacam ini semakin sulit diprediksi, terlebih jika tidak diimbangi dengan data dan pemantauan yang tepat. Inilah alasan riset sosial memegang peranan penting. […]
Populix
25 Nov 2025
Pengertian Creative Thinking dan Tips Melatih Kemampuannya
Jika selama ini Anda berpikir bahwa kemampuan creative thinking hanya perlu dimiliki oleh pekerja seni, maka anggapan tersebut kurang tepat. Pasalnya, di zaman serba cepat dan menuntut perubahan setiap waktunya kini pun membutuhkan orang-orang kreatif yang selalu berpikir ke depan dengan menemukan inovasi baru, sesederhana ide bisnis misalnya. Lalu sebenarnya, apa itu creative thinking? Dan […]