Polusi udara di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi persoalan penting yang harus segera diselesaikan. Belakangan, masalah ini cukup menarik perhatian. Pasalnya, masyarakat di wilayah ini sudah mulai sadar dengan kualitas udara di DKI Jakarta dan sekitarnya. Hal ini terlihat dari studi yang dilakukan Populix bersama dengan Vital Strategies bertajuk “Survei Persepsi Masyarakat terhadap Uji Emisi”.
Sebagai informasi, responden dalam studi Populix bersama Vital Strategies ini berjumlah 604 responden yang memiliki kendaraan bermotor dengan sebaran wilayah mayoritas di DKI Jakarta dengan persentase 59%, kemudian sisanya berada di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Studi tersebut mengungkap bahwa hampir seluruh responden di DKI Jakarta dan sekitarnya menilai kualitas udara Jakarta saat ini dalam kondisi buruk. Mereka berpendapat bahwa kondisi tersebut bisa berdampak buruk pada kesehatan serta mengganggu aktivitas pekerjaan. Namun bagi sejumlah orang, sekitar 21% responden beranggapan bahwa kondisi ini tak menyebabkan mereka mengurangi aktivitasnya.
Pencarian sumber polusi kota Metropolitan pun digencarkan, agar bisa diselesaikan dengan baik. Pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya buka-bukaan perihal sumber pencemaran emisi atau penyebab penurunan kualitas udara di Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya. Menteri LHK menyebut, sumber pencemaran polusi udara di DKI Jakarta dan sekitarnya yaitu berasal dari kendaraan dengan kontribusi 44%.
Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan Populix dan Vital Strategies (2020). Publik umumnya menilai pencemaran udara bersumber dari asap kendaraan dan asap industri/pabrik. Dari sisi ini, pemahaman publik sudah sejalan dengan data existing dari source apportionment, yang menunjukkan asap kendaraan bermotor menjadi sumber polutan terbesar.
Bukan tanpa alasan, warga yang beraktivitas di Jakarta juga berasal dari kawasan sekitarnya (Bodetabek) dengan penggunaan kendaraan pribadi (mobil atau motor) yang cukup dominan. Intensitas warga Bodetabek yang beraktivitas di Jakarta cukup sering; 39% diantaranya setiap hari beraktivitas di Jakarta dan terutama untuk bekerja. Ini didukung dengan mayoritas responden Jabodetabek saat ini memiliki kendaraan bermotor yakni mencapai 95%, dan kepemilikan mobil 67%.
Menariknya, kendaraan dominan yang dimiliki sudah berusia 4-10 tahun. Dari seluruh kendaraan yang dimiliki responden, lebih dari 60% sudah harus masuk wajib uji emisi. Jika dirinci, jumlah motor yang wajib uji emisi mencapai 67%, sedangkan mobil yang wajib uji emisi mencapai 63%.
Data ini cukup menjadi peringatan bagi kita semua akan pentingnya meningkatkan kualitas udara dengan kesadaran uji emisi yang tengah digaungkan pemerintah saat ini.
Tanggung jawab memperbaiki kualitas udara dengan melakukan uji emisi kendaraan merupakan salah satu tanggung jawab seluruh pemilik kendaraan bermotor yang ada di Indonesia, terlebih bagi yang punya kendaraan di atas tiga tahun.
Sebagai catatan, dari total responden yang memiliki kendaraan bermotor, 54% responden belum pernah melakukan uji emisi. Sementara 46% sisanya sudah pernah melakukan uji emisi di mana hanya 20% responden melakukan uji emisi untuk semua kendaraan yang mereka miliki, dan 26% responden lainnya hanya beberapa kendaraan saja yang sudah dilakukan uji emisi.
Dengan data tersebut, artinya dorongan untuk melakukan uji emisi bagi kendaraan bermotor di DKI Jakarta dan sekitarnya harus terus dilakukan agar kesadaran masyarakat meningkat untuk membenahi buruknya polusi udara yang menjadi perhatian bersama.