Istilah serangan fajar politik sudah terkenal sejak lama, dan biasanya kembali mencuat ke publik menjelang pemilihan umum atau Pemilu.
Pada Pemilu 2024 ini pun Anda harus hati-hati dengan serangan fajar politik. Sebab, kerap ditemukan oknum yang melakukan praktik kotor ini untuk mendapatkan suara masyarakat.
Yuk, pahami lebih detail lagi tentang serangn fajar politik, serta bentuknya yang sering ditemukan di lingkungan masyarakat.
Apa Itu Serangan Fajar Politik?
Melansir lama Detik.com, serangan fajar adalah praktik politik uang yang dilakukan dengan cara membagi-bagikan uang, barang, ataupun materi lainnya yang bernilai uang.
Serangan fajar politik biasanya dilakukan pada saat tahun politik atau kampanye menjelang Pemilu dan hari pemungutan suara.
Mengutip artikel Bawaslu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan politik uang adalah hal nyata yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, perlu pendekatan budaya dalam mengantisipasi praktik ini dalam masa Pemilu.
Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri mengajak seluruh elemen untuk mewujudkan proses demokrasi dengan menghindari politik uang. Menurut Firli, politik uang adalah sumber dari masalah korupsi di Indonesia.
Baca juga: Pemilu Presiden 2024, Begini Pandangan para Pemilih Muda
Contoh Serangan Fajar Politik
Walaupun disebut politik uang, bentuk serangan fajar tidak hanya muncul berupa uang. Adapun contoh lain dari serangan fajar, yaitu:
- Paket sembako
- Barang tertentu
- Voucher pulsa
- Voucher bensin
Para pelaku yang melakukan serangan fajar biasanya menyisipkan pula selebaran, poster, atau stiker yang berisikan informasi maupun profil singkat politisi yang maju di Pemilu.
Bukan tanpa alasan, serangan fajar yang kerap dilakukan ini bertujuan untuk “membeli” suara masyarakat agar memilih partai, kader, atau calon tertentu yang diusung memenangkan Pemilu.
Adapun, bentuk-bentuk serangan fajar telah tertuang pada Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3, serta UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 187 A ayat 1 dan 2.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 515, dijelaskan bahwa setiap orang, dalam hal ini politisi yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada calon pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dapat diancam hukuman berupa paling lama tiga tahun penjara dan paling banyak Rp36 juta.
Akan tetapi, terdapat pula barang-barang yang sering dianggap sebagai “serangan fajar”, padahal termasuk bahan kampanye yang diperbolehkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018 Pasal 30 ayat 2 dn 6.
Dalam Pasal 30 ayat 2, bahan-bahan kampanye yang diizinkan oleh KPU dan bukan termasuk “serangan fajar” adalah selebaran, brosur, pamphlet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat makan atau minum, kalender, kartu nama, pin, dan/atau alat tulis.
Pasal 30 ayat 6 menegaskan bahwa setiap bahan kampanye yang diizinkan adalah jika barang yang dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp60 ribu.
Baca juga: Cara Cek DPT Online Pemilu 2024, Lengkap Link dan Gambar!
Hajar Serangan Fajar
Serangan fajar politik tentu harus dibasmi, maka dari itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan kampanye “Hajar Serangan Fajar” untuk mengajak masyarakat menolak, menghindari, dan membentengi diri dari godaan politik uang dalam menghadapi Pemilu 2024.
“Kita hari ini melaksanakan salah satu program membuat kesadaran untuk Pemilu 2024 yang bersih, zero dari politik uang, zero dari penyimpangan, dan zero dari korupsi itu sendiri,” kata Ketua KPK Firli Bahuri, mengutip situs Antara.
Diharapkan, melalui kampanye ‘Hajar Serangan Fajar”, publik dapat menolak pemberian uang/fasilitas/barang dari calon pemimpin dan tidak memilih partai/calon pemimpin yang masih memberikan politik uang.
Masyarakat juga bisa cari tahu informasi seputar Pemilu dan dapat menyampaikan keluhan melalui kanal JAGA Pemilu.
***
Itulah informasi terkait serangan fajar politik yang harus kita waspdai dan hindari di musim Pemilu 2024. Jangan sampai kita menjadi salah satu pelakunya, ya!
Baca juga: Pilpres Dua Putaran dan Satu Putaran, Apa Bedanya?