Pemanfaatan AI di Indonesia semakin marak, tak terkecuali di bidang research atau penelitian. Dengan adanya AI, pekerjaan para researcher dapat dibantu sehingga prosesnya lebih mudah dan cepat.
Berangkat dari beragam pain points seperti data quality, designing the research, time, finding the right respondents, serta summarizing research, Populix meluncurkan AI research assistant.
NeXa, AI research assistant milik Populix ini menjadi solusi untuk para researcher agar dapat membuat proses research lebih mudah, lebih cepat, dan lebih pintar.
“Dari beberapa pain points itu, Populix mencoba membangun sebuah AI chatbot yang bernama NeXa, yang benar-benar bisa membantu researcher mengatasi semua pain points ini,” ujar Dr. Timothy Astandu, Co-Founder dan CEO Populix, dalam acara Exploring AI’s Potential as a Powerful Research Assistant pada Selasa, 11 Februari 2025.
NeXa, Bentuk Adopsi AI di Indonesia dalam Bidang Research

Sebagai industri yang bergerak di bidang research, Populix melalui platform Poplite, telah bekerja sama dengan sejumlah industri akademik, khususnya universitas dan para mahasiswa S1.
Dari sana, Populix memahami beragam kebingungan mahasiswa S1 yang sedang membuat skripsi, itu pula yang pada akhirnya mendorong Populix membuat NeXa sebagai solusi research.
“Kami membuat NeXa ini awalnya kami memiliki partner industri edukasi dan para user kami, terutama mahasiswa S1 yang pertama kali bikin research, bikin skripsi, banyak yang bingung mulai dari mana? Dikasih judul doang, lalu harus apa, nih, yang ditanyain?
Kami mulai dari mahasiswa ini kami ajak ngobrol, akhirnya di NeXa kami membuat layaknya ‘sahabat’ yang bisa diajak mengobrol ketika ada masalah dalam proses research, lalu memberikan solusi apa yang harus dilakukan selanjutnya. Itu juga yang menjadi visi kami membangun NeXa ini,” jelas Steven Christian, Head of Data Science Populix.
Maka dari itu, Populix membuat NeXa melihat dari pain points dari para user, termasuk para mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas mereka.
Baca juga: 7 Manfaat AI Membantu Proses Penelitian, Bikin Lebih Efisien
Penggunaan AI di Indonesia Disambut Positif

Adopsi teknologi AI memang sedang hangat belakangan ini. Di Indonesia, adopsi teknologi AI tidak melelu hanya di bidang industri. Namun, pihak-pihak lain seperti pemerintah, universitas, dan masyarakat atau komunitas pun memiliki peran penting untuk bisa mengawal adopsi ini.
“Kalau saya melihat dari sisi industri mungkin bisa kita nilai positif, karena memang ada keinginan dari para pelaku bisnis untuk bisa mengadopsi teknologi AI.
Akan tetapi, tidak cukup sebetulnya dari industri, karena kita butuh dukungan pemerintah, termasuk juga universitas melihat AI sebagai teknologi yang penting, serta komunitas harus bisa menyambut positif dari adopsi teknologi AI ini,” ungkap M. Angga M., selaku AI Practitioner CEO Indonesia AI.
Pemanfaatan AI di Perguruan Tinggi
Menurut pemaparan Dr. Baiq Hana S., M.Sc, sebagai Director Artificial Intelligence Center Indonesia, di perguruan tinggi ada beberapa pihak yang menggunakan AI sebagai teman baik. Di antaranya yaitu dosen, mahasiswa, serta pihak administrasi.
Akan tetapi, penggunaan AI di perguruan tinggi, khususnya dalam research, hanya untuk membantu proses research, bukan untuk menggantikan tugas peneliti.
“Di perguruan tinggi, dua hal paling dasar yang diharapkan untuk sebuah research itu adalah orisinalitas dan novelty atau kebaruan.
Di mana itu adalah tugas pengajar untuk mengarahkan mahasiswa agar mereka tidak menggantikan tugasnya dengan AI, tetapi menggunakan AI itu sebagai teman baik yang bisa mereka tanyakan kapan saja, yang bisa membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit yang mereka tidak bisa jawab, dan melihat novelty dari penelitian dia.
Sebab, kita tetap perlu mempertahankan idealisme sebuah research, karena terkait dengan hak cipta, orisinalitas, novelty, dengan kemajuan yang ada sekarang,” paparnya.
Baca juga: Tren AI dan Penelitian, Kenali Manfaat serta Tantangannya!
Perkembangan AI di Google
Sebagai model AI dari Google, Gemini memiliki 3 hal yang membuatnya powerful, berdasarkan penjelasan dari Doddi P., Solutions Consultant Google.
“First one karena research behind. Fondasinya dibuat oleh kami, dan generative AI sebenarnya ada konsep di belakangnya yaitu Large Language Model (LLM), merupakan satu model yang dapat menjawab apa pun.
Second, it’s the integrated platform. The framework is not just about the model; it’s just about how reliable, how secure, the performance, how the operation is excellent, how to manage that, and then how the cost, and then how the innovation can happen on top of it. So, it’s much of the model you need to think a bit bigger picture.
Number three is very important. Apa yang membedakan model-model lain adalah responsible AI. Jadi AI itu bisa jadi pedang bermata dua, we can do a lot of things bad with AI, and do a lot of things good with AI. Dengan responsible AI itu ada batasan-batasan yang sudah ditanamkan oleh Google di dalam situ.”
***
Dari penjelasan tersebut, penggunaan AI di Indonesia telah banyak diterapkan dalam beragam bidang ataupun industri.
Terbaru dari Populix, AI dimanfaatkan sebagai research assistant yang benama NeXa, yang diharapkan dapat menjadi solusi untuk para researcher dalam melakukan proses research atau penelitian.
Untuk Anda yang penasaran mencoba NeXa sebagai salah satu model adopsi AI di Indonesia, langsung saja buat penelitian Anda melalui platform Poplite by Populix.

Baca juga: 12 Cara Membuat Kuesioner Penelitian yang Efektif dan Baik