Bagi Anda yang ‘gila kerja’ atau biasa juga dikenal sebagai workaholic, tanpa disadari sebenarnya telah terjebak dalam situasi hustle culture selama ini.
Apa itu hustle culture? Sederhananya, hustle culture adalah kondisi di mana seseorang merasa perlu untuk terus bekerja agar bisa mencapai kesuksesan sehingga mengorbankan waktu istirahatnya. Nah, apa mungkin Anda tengah mengalaminya?
Bukan lagi produktif, budaya hustle ini ternyata berakibat buruk bagi kehidupan sehari-hari, baik jangka panjang maupun pendek. Yuk pahami selengkapnya dalam artikel berikut!
Apa Itu Hustle Culture?
Hustle culture adalah budaya kerja di mana pekerja didorong untuk memberikan ritme kerja cepat. Budaya hustle juga disebut budaya ‘gila kerja’ karena tak jarang menuntut waktu kerja panjang hingga menyita waktu pribadi.
Akibat budaya tersebut, banyak karyawan tersita waktunya bahkan saat beristirahat dan berakhir pekan. Capaian proyek dan pengerjaan dalam waktu cepat bisa berpotensi menyebabkan stres hingga burnout.
Sejak Kapan Hustle Culture Muncul?
Hustle culture adalah budaya yang diperkirakan muncul bersamaan dengan masifnya perkembangan industri pada pertengahan 1970-an.
Pernahkah Anda mendengar kata workaholic? Disinyalir dua istilah tersebut sangat berhubungan dan muncul pada waktu hampir bersamaan.
Budaya ‘gila kerja’ semakin banyak diterapkan, terutama ketika perkembangan internet semakin maju pada 1990-an. Otomatisasi dan kepraktisan kerja kemungkinan berkontribusi menjadi penyebab hustle culture.
Momentum kemajuan internet tersebut dibarengi dengan tumbuhnya perusahaan rintisan yang kita kenal saat ini sebagai Apple, Tesla Inc, serta Facebook.
Sayangnya, kemudahan yang dihadirkan oleh internet tidak sekadar memudahkan pekerja melakukan tugasnya, tetapi juga membebani pekerja untuk menyelesaikan segalanya tanpa batasan waktu karena tugas-tugas tersebut terkesan lebih mudah.
Hustle Culture di Indonesia
Di Indonesia, budaya hustle juga menjangkiti sebagian pekerjanya. Tren ini terutama dibawa oleh perusahaan rintisan bidang teknologi. Slogan “fast-paced environment” akrab terdengar untuk menjelaskan budaya kerja perusahaan terkait.
Aturan Kerja di Indonesia
Jam kerja yang diatur dalam Pasal 81 angka 23 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 77 UU Ketenagakerjaan, menjelaskan setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja yang meliputi:
- 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
- 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Akan tetapi, ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu, yang boleh memberlakukan ketentuan jam kerja kurang atau lebih dari ketentuan di atas.
Baca juga: Manajemen Waktu: Pengertian, Manfaat, Tips Agar Efektif
Penyebab Hustle Culture
Hustle culture adalah budaya yang dapat mempengaruhi work-life balance. Lalu apa saja penyebabnya? Berikut beberapa di antaranya.
1. Toxic Positivity dari Lingkungan
Positivity dapat diartikan sebagai upaya untuk selalu melihat kebaikan di antara hal buruk yang terjadi. Namun jika berlebihan, maka akan mengarah ke toxic positivity, di mana Anda seakan tidak boleh merasakan emosi negatif sedikit pun.
Dalam konteks budaya kerja, toxic positivity tidak memperbolehkan seseorang merasa lelah, segalanya harus dilakukan dengan semangat berapi-api dan sebisa mungkin mengurangi waktu istirahat agar tetap produktif.
Padahal kenyataannya, pada beberapa tingkatan, kita harus bekerja sesuai dengan standar umum yang dirancang guna menjaga kesehatan mental dan fisik.
2. Pengaruh Konstruksi Sosial
Konstruksi sosial menjadi faktor penyebab budaya hustle selanjutnya. Di masyarakat, umumnya seseorang dianggap sukses dan terpandang ketika memiliki pekerjaan bergaji tinggi dengan rutinitas padat.
Nah, untuk mencapai titik tersebut, kerap kali pekerja merasa harus memberikan dedikasi lebih pada pekerjaannya dengan bekerja melebihi jam kerja.
3. Kemajuan Teknologi
Sebagaimana disinggung di awal, salah satu penyebab hustle culture adalah kemajuan teknologi. Masifnya perkembangan teknologi memungkinkan kita bekerja hanya dengan gadget, sehingga pekerjaan seakan lebih mudah.
Hal tersebut bisa berakibat pada tidak jelasnya batasan jam kerja dan berimbas pada kerja berlebihan.
Dampak Negatif Hustle Culture
Jurnal Occupational Medicine menyebutkan bahwa panjangnya jam kerja menyebabkan seseorang lebih rentan terhadap gangguan tidur serta depresi. Disebutkan pula bahwa jumlah pekerja yang stres di Amerika Serikat lebih tinggi daripada negara-negara lain.
Selain AS, negara dengan budaya hustle yang kental adalah Jepang. Di Jepang, hustle culture adalah penyebab tingginya gangguan kesehatan dan mental penduduknya.
Baca juga: 10 Persiapan Merantau Kerja, Bekal untuk Pemula!
Tips Menghadapi Hustle Culture
Berikut adalah tips untuk menghadapi budaya hustle yang bisa Anda lakukan.
1. Mengenali Diri Lebih Dalam
Sebelum memulai pekerjaan yang notabene akan dilakukan dalam jangka panjang, pastikan Anda telah mengenal siapa diri Anda, kemampuan, daya tahan, serta tujuan jangka panjang.
Jika hal tersebut telah dipetakan secara jelas, distraksi yang dapat mengganggu produktivitas jangka panjang akan mudah dikenali dan dipilah kembali.
2. Apresiasi Tiap Progress
Di zaman media sosial, di mana semua orang memamerkan pencapaiannya, Anda juga harus mengapresiasi hasil kerja dan kemajuan apa pun, tidak peduli seberapa kecilnya. Namun, jangan sampai Anda membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki titik start berbeda dengan kita.
Self appreciation sangat berguna karena kita tidak perlu bergantung pada orang lain untuk mengapresiasi dan menikmati setiap progres kita.
3. Beri Batasan Jelas
Maraknya remote working dan budaya work from home (WFH) membuat kita kadang lupa bagaimana menyeimbangkan waktu kerja dengan waktu pribadi. Hal tersebut harus segera ditangani dengan cara memberikan garis batas yang jelas antara waktu kerja dan waktu istirahat.
Misalnya, Anda bekerja 8 jam sehari, Anda dapat memilih waktu 8 jam dari pagi hingga sore dari pukul 09.00-18.00 dengan satu jam istirahat. Selepas pukul 18.00, Anda harus segera bergegas untuk melakukan refreshing dan istirahat.
4. Perbaiki Pola Pikir
Nah, agar terhindar dari budaya hustle, Anda harus memiliki pola pikir di mana pekerjaan bukanlah segalanya. Jika terlalu memaksakan diri dalam bekerja, justru Anda tidak bisa mendapatkan produktivitas jangka panjang karena kesehatan terganggu.
5. Perbaiki Hubungan Sosial
Salah satu akibat hustle culture adalah minimnya interaksi dengan teman dan lingkungan sekitar. Anda dapat memperbaiki hubungan sosial supaya kesehatan mental tetap terjaga.
Demikian pembahasan seputar apa itu hustle culture hingga dampak negatif dan beberapa tips menghadapinya. Di tengah deadline yang menumpuk, luangkanlah waktu sesekali untuk melakukan kegiatan lain. Misalnya saja dengan menjadi responden Populix untuk mendapatkan kesempatan memperoleh reward menarik. Yuk, download aplikasi Populix dan daftar sekarang juga!
Baca juga: Apa itu Work Life Balance? Begini Manfaat dan Cara Meraihnya