Hustle Culture, Budaya Kerja yang Memiliki Dampak Buruk
Populix

Hustle Culture, Budaya Kerja yang Memiliki Dampak Buruk

1 tahun yang lalu 5 MENIT MEMBACA

Bagi Anda yang ‘gila kerja’ atau biasa juga dikenal sebagai workaholic, tanpa disadari sebenarnya telah terjebak dalam situasi hustle culture selama ini. Apa itu hustle culture? Jadi sederhananya, hustle culture adalah kondisi dimana seseorang merasa perlu untuk terus bekerja agar bisa mencapai kesuksesan sehingga mengorbankan waktu istirahatnya. Nah, apa mungkin Anda tengah mengalaminya?

Bukan lagi produktif, budaya hustle ini ternyata berakibat buruk bagi kehidupan sehari-hari, baik jangka panjang maupun pendek. Yuk pahami selengkapnya dalam artikel berikut!

Apa itu hustle culture?

Hustle culture adalah budaya kerja di mana pekerja didorong untuk memberikan ritme kerja cepat. Budaya hustle juga disebut budaya ‘gila kerja’ karena tak jarang menuntut waktu kerja panjang hingga menyita waktu pribadi.

Akibat budaya tersebut, banyak karyawan tersita waktunya bahkan saat beristirahat dan berakhir pekan. Capaian proyek dan pengerjaan dalam waktu cepat bisa berpotensi menyebabkan stres hingga burnout.

Sejak kapan hustle culture muncul?

Hustle culture adalah budaya yang diperkirakan muncul bersamaan dengan masifnya perkembangan industri pada pertengahan 1970-an. Pernahkah Anda mendengar kata workaholic? Disinyalir dua istilah tersebut sangat berhubungan dan muncul pada waktu hampir bersamaan.

Budaya ‘gila kerja’ semakin banyak diterapkan terutama ketika perkembangan internet semakin maju pada 1990-an. Otomatisasi dan kepraktisan kerja kemungkinan berkontribusi menjadi penyebab hustle culture.

Momentum kemajuan internet tersebut dibarengi dengan tumbuhnya perusahaan rintisan yang kita kenal saat ini sebagai Apple, Tesla Inc, serta Facebook.

Sayangnya, kemudahan yang dihadirkan oleh internet tidak sekadar memudahkan pekerja melakukan tugasnya, tetapi juga membebani pekerja untuk menyelesaikan segalanya tanpa batasan waktu karena tugas-tugas tersebut terkesan lebih mudah.

Hustle culture di Indonesia

Di Indonesia, budaya hustle juga menjangkiti sebagian pekerjanya. Tren ini terutama dibawa oleh perusahaan rintisan bidang teknologi. Slogan “fast-paced environment” akrab terdengar untuk menjelaskan budaya kerja perusahaan terkait.

Aturan kerja di Indonesia

Jam kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 menyebutkan bahwa dalam sepekan, hanya terdapat 40 jam kerja. Waktu kerja 40 jam dapat dirinci sebagai berikut.

  • 7 jam per hari bagi pekerja yang bekerja pada hari Senin-Sabtu dengan 1 hari libur
  • 8 jam per hari bagi pekerja yang bekerja pada hari Senin-Jumat dengan 2 hari libur

Baca juga: Manajemen Waktu: Pengertian, Manfaat, Tips Agar Efektif

Penyebab hustle culture

Hustle culture adalah budaya yang dapat mempengaruhi work-life balance. Lalu apa saja penyebabnya? Berikut beberapa di antaranya.

1. Toxic positivity dari lingkungan

Positivity dapat diartikan sebagai upaya untuk selalu melihat kebaikan di antara hal buruk yang terjadi. Namun jika berlebihan, maka akan mengarah ke toxic positivity, di mana Anda seakan tidak boleh merasakan emosi negatif sedikit pun.

Dalam konteks budaya kerja, toxic positivity tidak memperbolehkan seseorang merasa lelah, segalanya harus dilakukan dengan semangat berapi-api dan sebisa mungkin mengurangi waktu istirahat agar tetap produktif.

Padahal kenyataannya, pada beberapa tingkatan, kita harus bekerja sesuai dengan standar umum yang dirancang guna menjaga kesehatan mental dan fisik.

2. Pengaruh konstruksi sosial

Konstruksi sosial menjadi faktor penyebab budaya hustle selanjutnya. Di masyarakat, umumnya seseorang dianggap sukses dan terpandang ketika memiliki pekerjaan bergaji tinggi dengan rutinitas padat. Nah, untuk mencapai titik tersebut, kerap kali pekerja merasa harus memberikan dedikasi lebih pada pekerjaannya dengan bekerja melebihi jam kerja.

3. Kemajuan teknologi

Sebagaimana disinggung di awal, salah satu penyebab hustle culture adalah kemajuan teknologi. Masifnya perkembangan teknologi memungkinkan kita bekerja hanya dengan gadget, sehingga pekerjaan seakan lebih mudah. Hal tersebut bisa berakibat pada tidak jelasnya batasan jam kerja dan berimbas pada kerja berlebihan.

Dampak negatif hustle culture

Jurnal Occupational Medicine menyebutkan bahwa panjangnya jam kerja menyebabkan seseorang lebih rentan terhadap gangguan tidur serta depresi. Disebutkan pula bahwa jumlah pekerja yang stres di Amerika Serikat lebih tinggi daripada negara-negara lain.

Selain AS, negara dengan budaya hustle yang kental adalah Jepang. Di Jepang, hustle culture adalah penyebab tingginya gangguan kesehatan dan mental penduduknya. Hal tersebut menjadikan negeri Sakura memiliki angka rata-rata lebih tinggi daripada negara lain di dunia.

Tips menghadapi hustle culture

Berikut adalah tips untuk menghadapi budaya hustle yang bisa Anda lakukan.

1. Mengenali diri lebih dalam

Sebelum memulai pekerjaan yang notabene akan dilakukan dalam jangka panjang, pastikan Anda telah mengenal siapa diri Anda, kemampuan, daya tahan, serta tujuan jangka panjang. Jika hal tersebut telah dipetakan secara jelas, distraksi yang dapat mengganggu produktivitas jangka panjang akan mudah dikenali dan dipilah kembali.

2. Apresiasi tiap progres

Di zaman sosial media, dimana semua orang memamerkan pencapaiannya, Anda juga harus mengapresiasi hasil kerja dan kemajuan apapun tidak peduli seberapa kecilnya. Namun, jangan sampai Anda membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki titik start berbeda dengan kita.

Self appreciation sangat berguna karena kita tidak perlu bergantung pada orang lain untuk mengapresiasi dan menikmati setiap progres kita.

3. Beri batasan jelas

Maraknya remote working dan budaya work from home (WFH) membuat kita kadang lupa bagaimana menyeimbangkan waktu kerja dengan waktu pribadi. Hal tersebut harus segera ditangani dengan cara memberikan garis batas yang jelas antara waktu kerja dan waktu istirahat.

Misalnya, Anda bekerja 7 jam sehari, Anda dapat memilih waktu 7 jam dari pagi hingga sore dari pukul 08.00-15.00 dengan satu jam istirahat. Selepas pukul 15.00, Anda harus segera bergegas untuk melakukan refreshing dan istirahat.

4. Perbaiki pola pikir

Nah, agar terhindar dari budaya hustle, Anda harus memiliki pola pikir dimana pekerjaan bukanlah segalanya. Jika terlalu memaksakan diri dalam bekerja, justru Anda tidak bisa mendapatkan produktivitas jangka panjang karena kesehatan terganggu.

5. Perbaiki hubungan sosial

Salah satu akibat hustle culture adalah minimnya interaksi dengan teman dan lingkungan sekitar. Anda dapat memperbaiki hubungan sosial supaya kesehatan mental tetap terjaga.

Demikian pembahasan seputar apa itu hustle culture hingga dampak negatif dan beberapa tips menghadapinya. Di tengah deadline yang menumpuk, luangkanlah waktu sesekali untuk melakukan kegiatan lain. Misalnya saja dengan menjadi responden Populix untuk mendapatkan kesempatan memperoleh reward menarik. Yuk, daftar sekarang juga!

Baca juga: Apa itu Work Life Balance? Begini Manfaat dan Cara Meraihnya

Artikel Terkait
4 Cara Investasi Emas untuk Pemula agar Aman & Menguntungkan
Berbeda dengan beberapa tahun lalu, kini masyarakat Indonesia mulai familiar dengan dunia investasi. Beragam jenis tanam modal dilakukan untuk mencari cuan (untung) tambahan untuk kebutuhan ekonomi mereka. Salah satu tren yang muncul di tengah masyarakat adalah cara investasi emas. Di samping instrumen investasi reksadana yang populer, emas dipilih karena dianggap lebih bebas resiko jika keadaan […]
7 Tips atau Cara Memulai Bisnis Hampers untuk Pemula
Memulai bisnis hampers adalah salah satu ide menarik yang bisa Anda coba. Apalagi cara memulai bisnis hampers pun nyatanya tak serumit yang dibayangkan. Mengapa jadi ide bisnis yang menarik? Sebab, hampers atau parcel adalah salah satu bingkisan yang kerap diberikan kepada kerabat maupun keluarga saat ada momen-momen spesial. Misal, saat momen Idulfitri, Natal, Tahun Baru, […]
Panduan Lengkap Cara Membuat Flowchart untuk Perusahaan
Cara membuat flowchart umumnya dilakukan untuk memberikan gambaran perihal sebuah alur kegiatan, bahkan bisa juga diterapkan pada perusahaan. Misalkan saja di dalam perusahaan tentu memerlukan adanya sebuah Standard Operational System (SOP). Namun tak jarang, bentuk umum SOP masih berupa paragraf atau poin numbering saja sehingga sulit untuk dimengerti. Solusinya, Anda bisa menggunakan flowchart sebagai media […]