Demi menekan polusi udara di DKI Jakarta dan sekitarnya, pemerintah tampak serius memberlakukan pengetatan aturan uji emisi kendaraan. Jika tidak lolos maka kendaraan bisa tidak melintas di jalan di kawasan Jabodetabek hingga tak bisa perpanjang STNK. Lantas apakah masyarakat sudah memahami terkait tilang/disinsentif uji emisi ini?
Salah satu penyebab udara di DKI Jakarta dan sekitarnya tidak sehat dipicu oleh dominasi kendaraan bermotor yang sudah berusia 4-10 tahun dan wajib dilakukan uji emisi. Ditambah lagi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, menyebutkan salah satu penyebab udara di Jakarta tidak sehat disebabkan jumlah populasi kendaraan yang meningkat.
Namun, hal ini tidak diikuti dengan kesadaran masyarakat di DKI Jakarta dan sekitarnya untuk melakukan uji emisi. Studi Populix mengungkap pula dari seluruh kendaraan yang dimiliki responden, lebih dari 60% sudah harus masuk wajib uji emisi. Jika dirinci, jumlah motor yang wajib uji emisi mencapai 67%, sedangkan mobil yang wajib uji emisi sudah mencapai 63%.
Dalam studinya, Populix bersama Vital Strategies mengungkapkan bahwa awareness responden terhadap uji emisi masih beragam, 42% mengaku pernah mendengar dan cukup mengetahui informasi mengenai uji emisi. Hanya 23% yang telah mencari informasinya lebih lanjut, kelompok ini diisi oleh responden di area Jakarta serta berjenis kelamin laki-laki.
Sementara itu ada 80% responden mengaku telah mengetahui adanya peraturan uji emisi, namun hanya 46% diantaranya yang menjawab benar terkait peraturan sanksi tilang uji emisi. Oleh karena itu, setelah dilakukan kurasi, awareness terhadap peraturan uji emisi hanya 37%.
Padahal uji emisi merupakan langkah cepat yang bisa langsung dirasakan dampaknya untuk mengurangi polusi udara di Jakarta. Maka pemerintah DKI Jakarta saat ini sudah mendorong pelaksanaan razia uji emisi untuk kepatuhan kendaraan bermotor.
Studi yang dilakukan Populix dan Vital Strategies mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi barrier rendahnya tingkat kepatuhan uji emisi. Ada 24% responden yang mengungkapkan bahwa mereka tak ingin melakukan uji emisi karena jarang memakai kendaraan pribadi. sementara 20% responden lainnya mengungkap belum ada dana untuk uji emisi, dan 20% lainnya merasa bahwa uji emisi ini belum dirasa penting.
Maka dari itu, untuk menghindari hal tersebut studi menjelaskan bahwa 92% responden di DKI Jakarta dan sekitarnya setuju untuk memasukkan uji emisi kedalam paket perawatan rutin kendaraan, kemudian 78% lainnya memasukkan uji emisi menjadi syarat pengurusan kendaraan, dan 71% lainnya setuju dengan pemberlakuan tilang elektronik/ Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE), selain itu 63% responden juga setuju pajak kendaraan lebih mahal bagi yang belum melakukan/tidak lolos uji emisi.
Sementara, pemberlakuan tilang manual oleh kepolisian dan penerapan tarif parkir progresif bagi yang belum melakukan/tidak lolos uji emisi berada pada persentase terendah, hanya sekitar 50% responden yang setuju akan hal ini.
Ini tentunya bisa menjadi pertimbangan pemerintah serta bengkel terkait untuk berkolaborasi menggencarkan uji emisi.
Ketentuan Uji Emisi Kendaraan
Uji emisi ini menjadi salah satu upaya pengujian untuk mengetahui kinerja mesin dan tingkat efisiensi pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor. Uji emisi kendaraan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sejalan dengan hasil riset tadi, pelaksanaan uji emisi ini menjadi keharusan untuk setiap masyarakat pemilik kendaraan bermotor. Ketentuan uji emisi kendaraan ini telah diatur sesuai Pasal 206 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pelaksanaan uji emisi dilakukan mengacu pada SNI 09-7118.1-2005 untuk kendaraan bermotor bahan bakar bensin dengan kondisi idle dan SNI 7118-2:2008 untuk kendaraan bermotor bahan bakar solar dengan kondisi akselerasi bebas.
Baku Mutu Emisi Kendaraan bermotor yang diuji harus memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama atau merujuk pada Peraturan Daerah masing-masing yang mengatur uji emisi lebih khusus.
Sebagai contoh, Provinsi DKI Jakarta sudah memberlakukan wajib uji emisi di wilayah DKI Jakarta yang diatur berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2020 Tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
Sanksi Tidak Melakukan Uji Emisi
Uji emisi kendaraan ini menjadi langkah penting dalam menjaga kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Ini memiliki dampak positif dalam mengurangi polusi udara, meningkatkan kualitas udara, menjaga kesehatan masyarakat, menghemat bahan bakar, dan mendorong perkembangan kendaraan ramah lingkungan.
Selain itu, masyarakat yang melakukan uji emisi bisa terhindar dari sanksi yang tertera pada Undang-undang No 2 Tahun 2009. Dalam aturan tersebut kendaraan motor yang masuk dalam kategori uji emisi dan tidak melakukan uji emisi akan dikenakan sanksi kurungan maksimal satu bulan dan denda maksimal Rp 250 ribu.
Sementara, untuk kendaraan mobil, roda empat atau lebih dikenakan sanksi kurungan maksimal dua bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu.
Studi Populix dan Vital Strategies mengungkap bahwa untuk penerapan sanksi dan disinsentif tingkat kesetujuannya berada di level sedang.
Mengacu pada pergub DKI Jakarta No. 66 Tahun 2020 sanksi yang diberikan akan dikenakan denda pembayaran parkir tertinggi.
Terkait pemberlakukan tarif parkir, tarif parkir maksimum per jam yang masih bersedia dibayar adalah rata-rata Rp11.000. Sehingga, tarif disinsentif parkir yang dianjurkan adalah di atas Rp11.000 sehingga menjadi efek jera bagi yang terkena sanksi uji emisi.
Selain itu, masyarakat tak memenuhi kewajibannya untuk melakukan uji emisi, mereka setuju dilakukan penilangan. Namun, lebih memilih untuk tilang elektronik dibandingkan tilang manual.
Baca juga: Uji Emisi Kendaraan, Solusi Tekan Pencemaran Udara