Melampaui Influencer: Mencari Honest Review Konsumen di Era Digital
Populix

Melampaui Influencer: Mencari Honest Review Konsumen di Era Digital

2 tahun yang lalu 4 MENIT MEMBACA

Di era digital saat ini, keputusan untuk membeli suatu produk tidak lagi hanya bergantung pada informasi dari iklan konvensional yang biasa kita lihat di televisi maupun radio. Media sosial bergerak menjadi salah satu sumber utama para konsumen mencari informasi tentang apa pun, mulai dari berita, tren terkini terhadap hobi, rekomendasi makanan, ulasan tempat hangout, dan lain-lain. 

Satu hal menonjol ketika kita membahas pencarian rekomendasi di media sosial adalah “honest review” atau “review jujur”, yang merujuk pada ulasan atau tinjauan yang dibuat konsumen secara jujur terhadap suatu produk atau layanan. Menurut Moriuchi (2018), konsumen sangat mempertimbangkan review dari konsumen lain sebelum pada akhirnya memutuskan untuk membeli produk atau menggunakan layanan tertentu. Review jujur dianggap membantu konsumen untuk mengetahui apakah produk atau layanan tersebut sesuai dengan preferensi dan kebutuhan mereka, serta menghindari klaim yang tidak sesuai. 

Namun, tantangan yang dihadapi oleh pembeli modern menjadi semakin kompleks ketika mereka berusaha memilih produk yang paling sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mereka. Muncul ketidakpercayaan konsumen terhadap klaim yang diungkapkan oleh para influencer yang semakin mendominasi pemandangan di media sosial. Skeptisisme ini timbul dari pandangan bahwa ulasan dari influencer mungkin dipengaruhi oleh imbalan finansial dari pihak produsen, mengurangi kredibilitas dan kejujuran dalam merekomendasikan suatu produk.

Mengatasi skeptisisme konsumen terhadap klaim influencer memerlukan pendekatan yang lebih kritis. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan mencari dan mengandalkan honest review dari sesama konsumen. Review atau ulasan dari individu yang memiliki pengalaman nyata dengan produk menciptakan suatu lingkungan yang membuat pembeli dapat mendapatkan pandangan yang lebih objektif dan tidak terpengaruh oleh motivasi eksternal. Komunikasi langsung antarkonsumen menghasilkan umpan balik yang berharga, membantu membangun kepercayaan dan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kelebihan dan kekurangan suatu produk.

Salah satu manfaat utama dari mencari honest review adalah untuk menghindari jebakan overclaim yang sering kali terdengar dalam promosi produk. Pemasar dan produsen memiliki kepentingan untuk memperbesar keunggulan produk mereka, dan hal ini dapat menyulitkan pembeli dalam membuat keputusan yang cerdas. Honest review memungkinkan pembeli untuk membaca pengalaman nyata konsumen lain, menyaring informasi yang mungkin terlalu dibesar-besarkan, dan membentuk ekspektasi yang lebih realistis tentang apa yang dapat mereka harapkan dari suatu produk.

Tidak hanya itu, honest review juga memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang pengalaman pengguna suatu produk. Dengan mengetahui bagaimana produk digunakan dalam konteks kehidupan sehari-hari, pembeli dapat memahami aspek-aspek yang mungkin tidak diperlihatkan dalam iklan resmi. Informasi ini dapat membantu pembeli untuk mengantisipasi potensi masalah atau kecocokan produk dengan kebutuhan dan gaya hidup mereka sendiri.

Mencari honest review juga menjadi sarana bagi pembeli untuk menyesuaikan produk dengan preferensi pribadi mereka. Setiap konsumen memiliki kebutuhan dan preferensi unik, dan honest review membantu mereka menemukan produk yang paling sesuai dengan gaya hidup mereka. Ulasan dari sesama konsumen sering kali memberikan konteks yang diperlukan tentang bagaimana produk dapat memenuhi kebutuhan spesifik dan apakah produk tersebut akan cocok dengan preferensi individual.

Patut dicermati bahwa honest review bukan sekadar pilar kepercayaan konsumen di era digital ini, tetapi juga merupakan peluang emas bagi produsen, pemasar, brand untuk menggali wawasan berharga. Pemasar dapat memanfaatkan informasi ini untuk meningkatkan dan mengoptimalkan strategi pemasaran mereka dengan memonitor apa yang dikatakan konsumen tentang produk, layanan, maupun citra mereka di luar sana. Proses ini dapat dilakukan melalui analisis data media sosial menggunakan social media listening dan sentiment analysis, seperti yang ditawarkan oleh Populix melalui metode kualitatif. Dengan cara ini, brand dapat lebih memahami perasaan konsumen terhadap produk dan layanan mereka, sehingga dapat mengidentifikasi area perbaikan, membangun kepercayaan, dan mengoptimalkan kesuksesan produk dan layanan mereka di pasar yang terus berkembang.

Artikel ini ditulis oleh: Janna Aliftanindya & Prabu Nusantara

Referensi:
Moriuchi, E. (2018). IS THAT REALLY AN HONEST ONLINE REVIEW? THE EFFECTIVENESS OF DISCLAIMERS IN ONLINE REVIEWS. Journal of Marketing Theory and Practice, 26(3), 309–327.

riset pasar Populix

Baca juga: Behavior Konsumen Berbelanja, Pilih Online atau Offline?

Tags:
Artikel Terkait
Parameter: Pengertian, Jenis, Contoh dalam Penelitian
Parameter sering dikaitkan dengan ukuran maupun tolak ukur. Berdasarkan penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), parameter adalah ukuran seluruh populasi dalam penelitian yang harus diperkirakan dari yang terdapat di dalam percontoh. Melansir laman Indeed, parameter memiliki peran penting dalam penelitian kuantitatif. Sebab, parameter memungkinkan peneliti untuk memahami bagaimana data-data yang mereka kumpulkan berpengaruh dalam keadaan […]
Rebranding Adalah: Pengertian, Tujuan, Strategi & Contohnya
Dalam persaingan bisnis yang ketat, berbagai macam upaya dilakukan guna mempertahankan eksistensi perusahaan, salah satunya yakni dengan melakukan rebranding. Namun, tahukah Anda apa itu rebranding? Rebranding adalah strategi meningkatkan kembali penjualan barang atau produk suatu perusahaan yang sebelumnya sudah pernah diperkenalkan pada publik. Rebranding dapat dilakukan melalui penerapan simbol, warna, desain, hingga nama dan brand […]
Adakah Batasan Usia Kuliah S2, Bagaimana S2 di Usia 30an?
Banyak orang berpikir bahwa kuliah S2 di usia 30an adalah hal yang terlambat karena takut tidak dapat mengejar ketertinggalan dibandingkan dengan mahasiswa lebih muda, atau khawatir tidak bisa mengikuti ritme akademik yang cepat. Padahal kuliah S2 bisa menjadi pilihan yang baik di berbagai usia, termasuk usia 30an dan tidak ada kata terlambat. Lalu, secara umum adakah […]