Pemicu Utama Start Up Melakukan Pivot Bisnis
Populix

Pemicu Utama Start Up Melakukan Pivot Bisnis

4 tahun yang lalu 5 MENIT MEMBACA

Dunia start up bergerak dengan sangat dinamis. Ada start up yang mampu menggaet konsumen dalam waktu singkat. Di sisi lain, perjalanan panjang harus ditempuh beberapa start up hingga produknya diterima oleh pasar.

Promosi produk di media sosial, menawarkan potongan harga, dan ratusan strategi lain telah dilakukan. Sayangnya, berbagai upaya tersebut terkadang tidak membuahkan hasil yang signifikan. Meski telah lakukan berbagai cara, sudah saatnya berpikir bahwa ada yang salah dengan bisnis anda.

Baca juga: 5 Penyebab Utama Start Up Bangkrut

Bisnis yang tidak kunjung berkembang jadi indikasi untuk melakukan pivot. Pivot ialah mengubah model bisnis start up tanpa mengubah atau mengganti visi bisnis start up tersebut. Pivoting menjadi solusi menghindari kebangkrutan sebuah start up. Beberapa kondisi ini yang menjadi pemicu utama start up melakukan pivot.

Keliru Menganalisis Pasar

via Freepik

Sebuah bisnis tentu memiliki target pasarnya tersendiri. Dengan asumsi produknya sangat berguna bagi kalangan tertentu, sebuah start up kerap terburu-buru hadirkan sebuah produk. Hal ini lah yang pada akhirnya membuat produk bisnis tidak diterima oleh pasar.

Kesalahan itu juga yang dialami start up asal Kota Yogyakarta Fitiline. Start up ini awalnya merupakan platform belajar fashion online yang menyasar pengrajin pakaian. Namun, pasar yang ditargetkan Fitiline tidak tepat sasaran mengingat masih banyak pengrajin pakaian yang tidak melek teknologi. Sehingga, platform e-learning yang diusung Fitiline tidak mampu berkembang

Fitiline terselamatkan setelah melakukan Pivoting dengan berubah menjadi start Up Business To Business (B2B) fashion. Tidak berhasil menggaet pengrajin menggunakan e-learning­-nya, Fitilne akhirnya menggandeng pengrajin pakaian tersebut menjadi mitra. Hingga akhirnya, Fitiline menjadi start up yang menghubungkan masyarakat yang ingin membuat pakaian seragam dengan pengrajin pakaian pilihannya.

Tidak Mengetahui Keunggulan Produk

via Freepik

Menghadirkan banyak fitur produk tidak selamanya membuahkan hasil maksimal. Dari tujuan menggaet dan memenuhi berbagai kebutuhan konsumen dalam satu produk, strategi ini justru dapat jadi bumerang bagi bisnis anda. Pasalnya, fitur yang terlalu banyak membuat produk menjadi tidak fokus serta berpotensi menutupi keunggulan utama produk tersebut.

Sebelum akhirnya fokus menjadi aplikasi berbagai foto dan video, Instagram sempat kesulitan berkembang akibat terlalu banyak fitur yang dihadirkan. Sebelum berganti nama menjadi Instagram, aplikasi ini sempat dirilis dengan nama Burbn. Namun, Burbn gagal berkembang setelah banyaknya fitur seperti check in lokasi, membagikan jadwal dengan pengguna lain, hingga mengunggah gambar tidak diminati pasar.

Hingga akhirnya, Burbn pivoting dengan memfokuskan diri pada lebih sedikit fitur dan menonjolkan keunggulan fitur utama produk tersebut. Hasil dari pivot ini lah yang saat ini melahirkan Instagram, salah satu media sosial paling laris di dunia.

Terdampak Bencana atau Wabah

via Freepik

Pandemi Covid-19 yang telah mewabah di seluruh dunia membuat pemerintah di setiap Negara membatasi pergerakan masyarakatnya. kebijakan itu diambil karena risiko transmisi virus yang tinggi. Dibatasinya ruang gerak masyarakat untuk bepergian secara langsung membuat start up di sektor travel langsung terkena imbasnya.

Baca juga: Menghadapi New Normal dengan Riset Pasar

Terganjalnya operasional layanan jadi konsekuensi dasar yang harus dihadapi start up tersebut. beberapa diantaranya bahkan harus tumbang. Namun, ada pula yang berhasil mengambil celah tanpa melanggar kebijakan yang diterapkan pemerintah.

Salah satunya ialah Klook, start up online travel agency asal Hongkong yang hadirkan layanan “jalan-jalan” dari rumah. Layanan baru ini diberi nama Klok Home. Beragam aktivitas menyenangkan mulai dari konsultasi kebugaran, kursus keterampilan online, hingga bisa memesan jasa perawatan tubuh.

Upaya pivot ini dilakukan Klook untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19. Layanan ini pun dapat diakses pengguna Klook di berbagai Negara, termasuk Indonesia. Situasi yang berubah drastis ini berhasil diatasi Klook karena adaptif dan mampu melihat kebutuhan baru pangsa pasarnya.

Pangsa Pasar tidak Familiar dengan Model Bisnis

Setiap pangsa pasar memiliki karakteristiknya masing-masing. Itulah mengapa, model bisnis yang sukses besar di suatu Negara belum tentu bernasib sama bila diterapkan di Negara lain. Sebab, pada akhirnya, pasar lah yang akan mengevaluasi dan menilai model bisnis tersebut.

Meski model bisnis tidak cocok dengan karakteristik pangsa pasar, bukan berarti start up tersebut dipastikan bakal gagal. Pivot dapat menjadi upaya penyelamatan start up. Meski tentu, diperlukan riset pasar dan analisis model bisnis yang mendalam agar pivot dapat sukses.

Fenomena ini pernah dialami oleh Akseleran, start up P2P Lending yang menghubungkan pemberi dan peminjam dana dengan skema pinjaman. Pada awal peluncuran, Akseleran menerapkan skema ekuitas yang terbilang baru di Indonesia. alasan lain menerapkan skema ekuitas juga ialah kesulitan pemilik modal dalam mengakses pasar modal. Berbekal hipotesis tersebut, Akseleran pun resmi diluncurkan.

Namun, hipotesis tersebut tidak tepat karena mengabaikan karakteristik pasar Indonesia. Pertumbuhan start up ini lambat karena pasar Indonesia masih tidak reseptif terhadap model pendanaan berbasis ekuitas. Model bisnis itu semakin tidak prospektif karena pada masa itu skema ekuitas belum didukung payung hukum dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga akhirnya, aturan soal equity crowdfunding tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 37/POJK.04/2018.

Sambutan yang kurang positif itu dihadapi Akseleran dengan merubah model bisnis nya menjadi P2P Lending berbasis pinjaman. Setelah enam bulan Pivot, jumlah pinjaman yang berhasil disalurkan Akseleran mengalami lonjakan tinggi dengan menyentuh angka Rp 36 Miliar. Padahal, dalam kurun waktu yang sama namun dengan skema ekuitas, jumlah pinjaman yang tersalurkan hanya mencapai Rp 2 Miliar.

Start up memang dikenal sebagai bisnis penuh risiko. Maka, bukan fenomena baru apabila produk start up tidak disambut baik oleh pasar. Oleh karena itu, bongkar pasang model bisnis baru dapat dilakukan pelaku bisnis ini untuk menghadapi peluang baru ketika kondisi perusahaan mengalami kebuntuan.

Artikel Terkait
7 Cara Dapat Responden dengan Cepat untuk Penelitian
Dalam dunia penelitian, seperti riset bisnis, skripsi, tesis, ataupun riset akademik lainnya, mendapatkan responden dengan cepat dan mudah kerap menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui strategi atau cara dapat responden dengan cepat dan efektif. Walaupun kita menyadari jika untuk memperoleh responden penelitian memang akan memakan waktu, serta terkadang akan berpengaruh juga pada […]
Survei: Definisi, Kelebihan, Kekurangan, Contoh Pertanyaan
Survei adalah sebuah istilah yang sudah lazim didengar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) survei adalah teknik riset dengan memberi batas yang jelas atas data; penyelidikan; peninjauan. Mengutip laman Research Connections, survei merupakan pendekatan penelitian yang dirancang untuk mengumpulkan data secara sistematis tentang sekelompok individu. Dara diperoleh melalui pertanyaan langsung, seperti menggunakan kuesioner tertulis atau […]
Pahami Apa itu Internet of Things (IoT), Manfaat dan Cara Kerja
Seiring berjalannya waktu, inovasi teknologi semakin pesat berkembang. Bahkan kini merambah ke peralatan sehari-hari. Semua sistem ini disebut dengan IoT. Sederhananya, Internet of Things adalah teknologi yang diciptakan untuk memudahkan manusia dalam mengendalikan perangkat atau membuat sebuah mesin dapat bekerja secara otomatis. IoT adalah hal yang penting untuk diketahui. Oleh karenanya, yuk pahami apa itu […]