Mengenal Apa Itu Impulse Buying, Faktor Pemicu, dan Tipsnya
Populix

Mengenal Apa Itu Impulse Buying, Faktor Pemicu, dan Tipsnya

3 tahun yang lalu 5 MENIT MEMBACA

Sarana perbelanjaan dan pembayaran online yang semakin mudah diakses tanpa sadar mengakibatkan adanya fenomena impulse buying. Apa itu? Jadi sederhananya, impulse buying adalah istilah untuk menyebut sebuah keputusan tidak terencana yang tentunya terjadi secara tiba-tiba dalam membeli suatu barang. Nah, pernahkah Anda mengalaminya?

Ternyata, impulse buying cukup berisiko buruk lho bagi kondisi finansial. Temukan alasan dan pembahasan lengkapnya di bawah ini!

Apa itu impulse buying?

Bagi Anda yang hobi belanja, tahukah Anda apa itu impulse buying? Sesuai dengan namanya, pengertian impulse buying adalah praktik membeli produk atau jasa tanpa rencana matang karena beberapa sebab.

Secara umum, impulse buying dapat berakibat pada penyesalan karena sebagian besar barang atau jasa yang dibeli biasanya tidak terlalu dibutuhkan.

Andy Nugroho, seorang perencana keuangan di Advisors Alliance Group menyatakan bahwa impulse buying adalah perilaku menghamburkan uang di luar perencanaan dan bersifat dadakan karena dorongan tertentu.

Ketika meneliti perilaku ini, beberapa ahli menyebutkan bahwa pengertian impulse buying adalah suatu aktivitas yang dapat terjadi apabila emosi dan keputusan pada otak telah bercampur saat melakukan pembelian.

Di zaman serba canggih seperti sekarang, impulse buying adalah salah satu praktik yang harus Anda hindari. Pasalnya, pola pikir impulsif bisa dengan mudah menguasai apabila Anda lengah sedikit saja. Supaya dapat menghindari perilaku hidup boros berikut, simak artikel ini hingga tuntas.

Indikator impulse buying

Impulse buying adalah kebiasaan yang cukup berbahaya jika dibiarkan terus-menerus. Pasalnya, Anda akan terbiasa menerapkan pola hidup boros. Terdapat sejumlah indikator penentu seseorang sering melakukan impulse buying, di antaranya:

1. Mudah tergoda promo dan diskon

Indikator pertama dari perilaku impulse buying adalah mudah tergoda dengan label promo atau diskon. Meski label-label ini memang dipasang agar menarik perhatian konsumen, Anda sebaiknya tetap bijak dalam melakukan pembelian, ya.

Perilaku impulse buying biasanya muncul karena konsumen berpikir bahwa mereka akan kehilangan kesempatan emas apabila tidak membelinya sebab diskon tersebut tak kan ada di lain waktu.

2. Senang mencari kepuasan instan

Impulse buying adalah perilaku boros yang biasanya dimiliki oleh pecinta kepuasan instan. Artinya, mereka hanya membeli barang atau jasa ketika merasa jenuh atau stres. Melakukan pembelian dalam jumlah banyak dan tak terkontrol seringkali dapat memuaskan diri mereka.

3. Membeli barang tanpa berpikir dua kali

Membeli tanpa berpikir ulang juga bisa menjadi indikator impulse buying. Para pelaku impulse buying biasanya membeli barang tanpa pertimbangan matang karena merasa kondisi finansialnya tercukupi. Namun, status yang mapan bukan berarti Anda bisa membiasakan perilaku boros satu ini, ya.

Baca juga: Begini Kebiasaan Generasi Z Indonesia Belanja Pakaian di E-Commerce

4. Tak ingin tertinggal tren

Poin selanjutnya yang menjadi indikator dalam impulse buying adalah tak mau ketinggalan tren. Apabila seseorang menanamkan pada dirinya bahwa ia harus selalu mengikuti perkembangan tren tanpa melihat kebutuhan terlebih dahulu, maka perilaku impulse buying akan dengan mudah merajalela.

5. Berlindung dibalik alasan self reward

Membeli barang sebagai bentuk apresiasi terhadap diri sendiri tentu saja bagus. Namun, Anda sebaiknya tahu batasan dalam menghabiskan dananya, ya. Apabila Anda tidak bijak dalam mengendalikan pengeluaran, maka bisa jadi telah tertanam sindrom impulse buying tanpa disadari.

6. Menjadikan window shopping sebagai pelampiasan stres

Window shopping adalah salah satu indikator utama yang rentan menyebabkan perilaku impulse buying. Terlebih jika Anda melakukannya saat sedang merasa stres. Hal tersebut akan secara tidak langsung menuntun Anda untuk menghamburkan uang pada sesuatu yang belum tentu bermanfaat. Jadi, hati-hati, ya!

Faktor yang mempengaruhi impulse buying

Selain indikator melalui kebiasaan dan pola pikir, faktor lain yang bisa menjadi pemicu impulse buying adalah:

  • Kepribadian: Hal ini merupakan salah satu pemicu impulse buying terbesar karena beberapa orang mempunyai rasa gengsi berlebih yang menjadikannya malu apabila tidak bisa memenuhi tren tertentu.
  • Jenis produk: Selain penyebab dari dalam diri pembeli, jenis produk juga bisa menjadi pemicu adanya praktik impulse buying, terutama apabila jenis produk yang ditawarkan sangat menarik perhatian sehingga konsumen merasa kurang jika hanya membeli satu.
  • Strategi pemasaran: Strategi yang menarik seperti menghadirkan diskon, promo, dan cashback besar-besaran juga bisa mempengaruhi impulse buying.
  • Geografis dan aspek budaya: Impulse buying adalah kebiasaan buruk yang bisa disebabkan oleh faktor geografis dan aspek budaya. Maksudnya, masyarakat yang bersifat mandiri akan lebih mudah berbelanja secara impulsif daripada masyarakat kolektif.

Dampak negatif impulse buying

Meski terdengar remeh, nyatanya impulse buying adalah perilaku yang cukup mengancam status finansial Anda. Simak beberapa dampak negatifnya berikut.

  • Semakin boros karena Anda terlalu membiasakan membeli barang di luar kebutuhan hanya demi memuaskan nafsu sesaat.
  • Menumpuk barang tidak terpakai di rumah akibat belanja yang didasarkan pada feeling/emosi tanpa memikirkan fungsinya.
  • Susah merencanakan keuangan karena alokasi dana Anda berantakan akibat pembelian yang tidak terarah. Hal ini akan berdampak pada gangguan finansial jangka pendek.
  • Rentan terjebak tagihan kredit yang menumpuk apabila membiasakan diri memenuhi kemauan tanpa melihat keadaan finansial.

Tips mencegah impulse buying

Agar Anda tidak terjerumus dalam perilaku belanja secara impulsif, lakukanlah beberapa tips berikut.

  • Bedakan antara kebutuhan dan keinginan dengan teliti agar alokasi dana Anda akan mengalir tepat.
  • Susunlah skala prioritas sebelum membeli sesuatu sehingga Anda tahu barang apa yang tidak terlalu dibutuhkan.
  • Hindari memasang aplikasi marketplace yang berlebihan di ponsel guna mengubur sifat shopaholic.
  • Tahan diri untuk tidak memakai fitur paylater terlalu sering.
  • Batasi penggunaan kartu kredit dan pembayaran online agar pengeluaran Anda tetap terkendali.

Itu dia penjelasan lengkap seputar faktor dan dampak impulse buying hingga beberapa tips mencegahnya. Jika terjebak di dalamnya, mungkin Anda bisa menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan bermanfaat lainnya. Misalnya saja seperti menjadi responden Populix yang mana jawaban Anda akan berguna bagi banyak orang nantinya. Yuk daftar sekarang juga!

Baca juga: 10+ Cara Mengatur Keuangan yang Baik dan Finansial Sehat

Artikel Terkait
Skala Likert: Definisi, Kelebihan, Kekurangan, Contoh
Tahukah Anda apa itu skala Likert? Melansir laman Research Connections, skala Likert adalah jenis skala penilaian yang digunakan untuk mengukur sikap, nilai, atau pendapat tentang suatu subjek. Responden survei diminta untuk menunjukkan tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap serangkaian pernyataan. Tanggapan sering kali diukur dan dijumlahkan untuk memberikan ukuran gabungan dari sikap atau pendapat tentang […]
8 Cara Menjadi Reseller Pemula dan Tips Suksesnya
Memulai usaha dengan modal minim menjadi incaran banyak orang. Salah satu caranya adalah dengan menjadi reseller yang tidak memerlukan stok barang guna memulai usaha. Cara menjadi reseller pun terbilang mudah, hanya memerlukan handphone dan Anda dapat memasarkan produk secara online. Apakah Anda tertarik menjadi reseller? Nah, kali ini Populix sudah merangkum cara menjadi reseller online […]
Apa itu CRM (Customer Relationship Management) & Manfaatnya?
Mungkin Anda masih bertanya-tanya apa sebenarnya pengertian dan kepanjangan CRM? CRM adalah adalah singkatan dari Customer Relationship Management, yakni strategi bisnis bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya di berbagai aspek dengan melakukan proses olah data pelanggan menggunakan bantuan aplikasi. Akan tetapi, bagaimana konsep dan penerapan CRM pada perusahaan, ya? Tak perlu bingung, berikut ulasan lengkapnya. Apa […]